JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah masih memperhatikan perkembangan harga minyak
dunia, utamanya Mean of Platts Singapore (MOPS) yang menjadi acuan harga
Premium.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti N Wiratmaja Puja mengatakan turunnya harga MOPS acuan Premium tidak setajam penurunan harga minyak dunia.
"Harga minyak mentah turun 18 persen. MOPS acuan solar turun 18 persen. Tapi, MOPS acuan Premium turunnya hanya 8 persen," kata Wiratmaja ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (28/9/2015).
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti N Wiratmaja Puja mengatakan turunnya harga MOPS acuan Premium tidak setajam penurunan harga minyak dunia.
"Harga minyak mentah turun 18 persen. MOPS acuan solar turun 18 persen. Tapi, MOPS acuan Premium turunnya hanya 8 persen," kata Wiratmaja ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (28/9/2015).
Apalagi ditambah dengan tekanan nilai tukar rupiah, menurunkan harga jual Premium akan memberatkan. Tentu saja, pemerintah ingin menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM), agar daya beli masyarakat terkerek naik. Oleh karenanya, kata dia, opsi penurunan harga BBM tetap terbuka.
"Opsi itu ada tetep dipertimbangkan untuk tiga bulan ke depan. Rekomendasinya kan 3 bulan atau 6 bulan," ucap Wiratmaja.
Ditemui di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto menuturkan, harga jual Premium saat ini masih lebih murah 2 persen di bawah harga keekonomiannya.
Sementara itu, Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menambahkan, perseroan bersyukur karena beberapa bulan ini pemerintah masih menahan harga Premium. Sebabnya, defisit dari penjualan Premium hingga saat ini terhitung sekitar Rp 15,3 triliun.
Penulis
|
: Estu Suryowati
|
Editor
|
: Bambang Priyo
Jatmiko
|
Beberapa waktu lalu Indonesia mengalami
kenaikan bahan bakar minyak. Hal ini sangat disayangkan, dikarenakan harga
minyak dunia sedang mengalami penurunan sebesar 18%. Hal ini dikarenakan
Indonesia merupakan salah satu Negara penghasil minyak terbesar didunia.
Factor utama yang mempengaruhi terjadinya
kenaikan bahan bakar minyak adalah
tekanan dari pihak asing, APBN deficit dan kuota bahan bakar minyak tersebut
semakin menipis karena permintaan akan bahan bakar naik hal tersebut semakin
meningkat.
Kenaikan harga bahan bakar minyak
memiliki dampak positif dan dampak negative yaitu seperti berikut :
Dampak positif
1.
Munculnya
bahan bakar dan kendaraan alternative
2.
Pembangunan
nasional akan lebih cepat dilakukan
Dampak negative
1.
Naiknya
tarif angkutan umum
2.
Biaya
distribusi barang naik
3.
Semakin
banyak kejahatan
Minyak di Indonesia telah menjadi
kebutuhan bagi masyarakat. Namun, masih banyak diantara kalangan menengah
keatas yang menggunakan bahan bakar bersubsidi dan sebaiknya mereka menggunakan
bahan bakar yang tidak bersubsidi. Bahan bakar bersubsidi hanya boleh digunakan
bagi kalangan menegah kebawah seperti, transportasi umum.
Permasalahan ini terjadi karena bahan
bakar bersubsidi tidak tepat sasaran, tidak sedikit masyarakat menengah keatas
menggunakan bbm bersubsidi sehingga kuota bbm bersubsidi menipis. Pemerintah
harus memberikan pengawasan dan sanksi tegas bagi oknum yang tidak bertanggung jawab seperti, oknum yang menimbun
bahan bakar menjadi langka sehingga akan berakibat bbm menjadi naik.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar